Selasa, 18 Mei 2010

Strategi Bertahan Hidup Pedagang Kaki Lima di Kawasan Jalan Juanda, Depok

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah
Arus perpindahan penduduk dari desa ke kota hingga kini menjadi kegiatan yang marak terjadi, salah satunya diakibatkan oleh adanya laju pertumbuhan penduduk kota yang semakin lama semakin meningkat dengan cepat. Tingginya arus urbanisasi tersebut disebabkan karena para urban mempunyai berbagai pertimbangan yang didasarkan atas adanya suatu ekspektasi (dugaan dan harapan) bahwa bekerja di kota akan memberikan pendapatan yang lebih menguntungkan atau tinggi dibandingkan bekerja di sebuah pedesaan terpencil yang hanya dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan (pengangguran terselubung). Sehingga kebanyakan angkatan kerja dari urban yang datang ke kota melakukan berbagai kegiatan kerja di segala bidang hingga mereka tidak mengenal batas waktu. Ada yang bekerja kurang dari 40 jam per minggu tetapi ada juga yang melebihi 40 jam per minggu.[1] Apabila dihubungkan dengan under employment maka kegiatan kerja yang mereka lakukan tersebut kebanyakan terjadi pada sektor informal.
Menurut Djojohadikusumo (1994:212), sektor informal ditandai oleh satuan usaha kecil dalam jumlah yang banyak dan biasanya dimiliki oleh keluarga dengan menggunakan teknik produksi yang sederhana dan padat karya. Golongan angkatan kerja di sektor informal biasanya mempunyai pendidikan dan keterampilan yang terbatas. Sedangkan Cahyono (1983:63) mengemukakan bahwa unit-unit usaha sektor informal menurut lapangan usahanya meliputi sub sektor industri pengolahan, bangunan, angkutan, perdagangan, jasa, dan pembantu rumah tangga. Untuk mereka yang bekerja di sub sektor perdagangan, cara mereka memenuhi perekonomian mereka adalah dengan cara membangun kios, mendirikan tenda, serta bekerja sebagai pedagang kaki lima yang menjual barang dagangan mereka diatas trotoar.
Kawasan Jalan Juanda, Depok adalah salah satu contoh kawasan yang dijadikan tempat para pedagang kaki lima menjual barang dagangannya. Dimana kawasan tersebut, setiap hari minggu menjadi kawasan yang disebut sebagai pasar kaget. Dengan adanya pasar tersebut, baik pembeli maupun penjual merasa diuntungkan karena setiap minggunya jumlah pembeli yang datang semakin bertambah. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas baik karena latar belakang pedagang di kawasan tersebut yang begitu beragam, selain itu juga karena kawasan tersebut menjadi tempat pertemuan antara penjual dan pembeli dalam jumlah besar serta sebagai tempat terjadinya transaksi ekonomi. Sehingga banyak orang dari berbagai tempat yang tertarik untuk memanfaatkan peluang ekonomi tersebut.
I.2  Rumusan Masalah
Pedagang kaki lima dalam karakteristiknya dianggap sebagai sebuah aktivitas ekonomi yang dimanfaatkan untuk menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya sendiri. Di lain pihak kehadiran pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal perlu dipandang dalam konteks yang hakiki, yaitu sebagai sarana mencari nafkah bagi golongan ekonomi lemah tanpa mengancam serta tidak merugikan golongan kaya. Hal tersebut yang dijadikan sebagai salah satu tujuan dari adanya Pembangunan Nasional yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat secara adil dan merata. Dengan adanya rumusan tersebut, maka timbul suatu pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pedagang kaki lima antara lain:
·         Bagaimana peran pemerintah setempat memandang pedagang kaki lima di kawasan jalan Juanda, Depok?
·         Apakah faktor yang mempengaruhi pedagang kaki lima berjualan di kawasan jalan Juanda, Depok?

I.3 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode kualitatif. Dalam mengumpulkan data, kami menggunakan teknik wawancara mendalam. Informan yang diteliti diambil sebanyak lima orang yang merupakan para pedagang kaki lima di kawasan jalan Juanda, Depok. Definisi operasional dalam metode ini adalah peran pemerintah setempat memandang pedagang kaki lima serta bentuk struktur sosial pedagang kaki lima di kawasan jalan Juanda, Depok.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian tentang pedagang kaki lima di kawasan jalan Juanda, Depok adalah memberikan suatu gambaran serta menganalisa tentang tujuan dan manfaat dari adanya pedagang kaki lima. Berikut tujuan dan manfaat dari penelitian ini:
·         Menganalisa peran pemerintah setempat dalam perkembangan pedagang kaki lima di kawasan jalan Juanda, Depok sekarang dan kedepan.
·         Mengetahui faktor yang mempengaruhi pedagang kaki lima memilih berjualan di kawasan jalan Juanda, Depok.
I.5 Kerangka Teori
Kegiatan perekonomian yang ada di kota memiliki berbagai macam bentuk antara lain ekonomi bayangan, sektor informal dan produksi subsisten.[2] Ekonomi bayangan mencakup semua kegiatan ekonomi yang tidak tercatat dalam statistik resmi, dimana segala kegiatan perekonomian tidak tersentuh dengan peraturan pemerintah dan kewajiban bayar pajak. Sektor informal meliputi unit-unit kecil dalam ekonomi bayangan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dipasarkan. Sedangkan produksi subsisten meliputi semua kegiatan ekonomi yang berorientasi konsumsi, untuk digunakan dan dikonsumsi sendiri tanpa melalui mekanisme ekonomi pasar. Jadi, ekonomi bayangan merupakan suatu bidang ekonomi yang menghindari pengaruh Negara. Dalam pengertian tertentu, dibandingkan sektor formal, sektor informal lebih merupakan sesuatu yang menentang birokrasi. Sedangkan produk subsisten dapat dipandang sebagai sebuah ekonomi yang disertai dengan alat ukur dan alat tukarnya.
Segala kegiatan perekonomian tersebut dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan agar dapat bertahan hidup di lingkungannya. Lingkungan perkotaan misalnya, banyak menuntut masyarakat untuk bertahan hidup dengan segala upayanya. Dengan menjalankan segala upaya untuk bertahan hidup di perkotaan, ternyata terdapat beberapa fakta yang kurang disadari, salah satunya adalah bahwa produksi yang dikonsumsi sendiri berlangsung dalam skala besar. Dengan demikian, yang seharusnya dilakukan masyarakat adalah membangun rumah tempat tinggal dan menciptakan habitat yang memungkinkan mereka bertahan hidup di lingkungan perkotaan yang sulit atau dengan kata lain melaksanakan produksi subsisten.
Produksi subsisten dibagi menjadi dua level.[3] Pertama, level yang memiliki reproduksi sehari-hari yang berlangsung di rumah tangga yang mencakup semua pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci dan memasak. Pada level yang kedua, produksi subsisten diorganisir dalam skala yang lebih intensif seperti pekerjaan membangun rumah, menyelenggarakan perayaan-perayaan yang dikerjakan bersama-sama oleh sejumlah keluarga. Dengan menggunakan produksi subsisten tersebut, maka dapat dikatakan sebagai faktor paling penting dalam ekonomi rumah tangga, terutama rumah tangga miskin dan pada umumnya produksi subsisten yang sangat menentukan kelangsungan hidup masyarakat di kota metropolitan. Salah satu contoh produk subsisten yang dapat dilakukan oleh masyarakat antara lain: mengkonsumsi sendiri hasil pertanian yang merupakan sesuatu yang umum di pedesaan seluruh Indonesia.
BAB II
ISI
II. 1. Data Temuan Lapangan
II.1.1. Hasil wawancara informan N
            Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap pedagang kaki lima di pasar kaget Juanda, Depok, ditemukan bahwa kegiatan berdagang mereka merupakan kegiatan ekonomi bayangan atau shadow economy karena tidak mendapat aturan dari pemerintah daerah serta tidak adanya kewajiban untuk membayar pajak. Mereka juga tidak difasilitasi oleh pemerintah daerah karena pasar itu sudah ada dan muncul dengan sendirinya seiring dengan dibangunnya jalan Juanda. Para pedagang awalnya hanya sedikit namun seiring berjalannya waktu banyak para pedagang yang datang dari daerah luar Depok, seperti informan saya yaitu informan N yang merupakan warga Ciledug, Tangerang. Informan N merupakan pedagang keranjang baju dan pakaian batik wanita di pasar kaget Juanda. Dia sengaja datang ke Depok setiap hari minggu pagi untuk berjualan di pasar tersebut sedangkan pada hari-hari biasa ia berjualan pakaian di pasar Blok M. Informan N memberikan informasi bahwa ketika minggu-minggu awal bulan, pengunjung pasar kaget cenderung lebih ramai sehingga ia bisa melakukan strategi tersendiri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih.
II.1.2. Hasil wawancara informan D
             Salah satu strategi bertahan hidup di kota salah satunya dilakukan oleh informan D sebagai pedagang kaki lima di pasar Juanda, Depok. Dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan informan D, di pasar Juanda, Depok para pedagang kaki lima bebas memperjual-belikan hasil dagangannya tanpa harus terikat dengan berbagai aturan dari oknum-oknum pemerintah yang mewajibkannya membayar pajak. Dari  informan D juga, saya menemukan informasi bahwa selama berjualan di pasar Juanda, Depok para pedagang tidak pernah mengalami adanya razia SATPOL (satuan polisi), hal tersebut dikarenakan adanya suatu forum yang mengurus tempat para pedagang kaki lima berjualan, yaitu FORKABI (Forum Komunikasi Anak Betawi). Dalam hal ini, informan D memiliki pekerjaan di sektor formal dan informal. Pada hari minggu, informan D bekerja sebagai pedagang boneka, tupperware, dan frame foto. Sedangkan pada hari-hari biasa, informan D bekerja sebagai pegawai di Yayasan Rafflesia Pendidikan. Tetapi informan D mengaku, bahwa bekerja sebagai pedagang kaki lima di jalan Juanda, Depok lebih menguntungkan. Selain karena para pembeli yang banyak, tempat berdagang yang dekat dengan tempat tinggal, dan pekerjaan yang dikerjakan hanya setengah hari, hal tersebut juga dikarenakan pekerjaan yang dilakukan lebih sesuai dengan keterampilan yang ia miliki. Dengan memilih bekerja di sektor informal tersebut, maka informan D yakin bahwa dengan berbekal pada suatu keterampilan dan strategi berdagang yang ia miliki, ia dan keluarga dapat mempertahankan perekonomian hidup mereka di perkotaan.
II.1.3. Hasil wawancara informan R
Berdasarkan wawancara yang saya lakukan, maka dapat dianalisa dengan menggunakan  konsep strategi-strategi untuk bertahan hidup di kota tersebut. Informan yang saya wawancarai berinisial R dan berjenis kelamin perempuan. Beliau sejak satu tahun yang lalu bekerja sebagai penjual minuman (es teh) di Jalan Juanda. Alasan informan bekerja sebagai penjual karena untuk mendorong ekonomi keluarga dan penghasilan dari bekerjanya tersebut dijadikan sebagai tambahan untuk biaya kehidupan sehari-hari seperti sandang, pandang dan pangan, pendidikan beserta kesehatan. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh informan R ini merupakan salah satu perekonomian yang dikatakan sebagai sektor informal. Dikatakan sebagai sektor informal karena informan R melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang melalui pasar, dimana kegiatan tersebut dilakukan untuk mendorong ekonomi keluarga.

Dalam definisi dari beberapa studi-studi yang ada, sektor informal dapat dikatakan bahwa produksi barang dan jasa pada umumnya berada di luar kontrol pemerintah dan tidak terdaftar. Contoh tersebut seperti pedagang kaki lima (seperti informan R tersebut). Salah satu bentuk nyata bahwa pedagang kaki lima tersebut tidak terkontrol oleh pemerintah adalah pedagang kaki lima tersebut bebas berjualan apa pun. Namun kebebasan tersebut tidak begitu saja dibebaskan oleh para oknum (bukan dari pemerintah) yang mengurus berjalannya kegiatan pasar tersebut, para pedagang kaki lima tetap membayar uang iuran tempat mereka berjualan. Melihat pekerjaan yang dilakukan oleh informan R tersebut dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dijalaninya merupakan salah satu usaha untuk bertahan hidup di kota karena informan sendiri sebagai pendatang, yaitu dari Medan.
II.1.4. Hasil wawancara informan H
            Di Indonesia, seperti di banyak negara berkembang lainnya, kelangsungan hidup seseorang atau kelompok bergantung pada pilihan kombinasi kegiatan dan sumber penghasilan macam apa yang dia ambil. Dari informan H, saya mendapatkan bahwa dia pun perlu untuk bergantung pada beberapa kombinasi kegiatan sebagai sumber pendapatan. Informan H bekerja di dua tempat, pada hari kerja yaitu Senin-Sabtu, ia berdagang baju dan celana di Pasar Impres, Ciledug dan pada hari Minggu berdagang baju dan celana di Pasar Kaget Juanda. Informasi yang saya dapatkan juga adalah bahwa usaha dagang ini merupakan usaha keluarga dan ada konveksi sendiri di rumah, sehingga baju dan celana yang di produksi bukan hanya untuk diperdagangkan melalui ekonomi pasar namun juga untuk di konsumsi sendiri. Dari segi pendapatan dan pemenuhan kebutuhan hidup, informan H bergantung sepenuhnya pada sektor informal dan produksi subsisten. Timbul pertanyaan dalam benak saya mengapa informan H tidak mengusahakan bekerja pada sektor formal yang berpeluang memperoleh penghasilan lebih tinggi. Asumsi saya adalah informan H tidak mencapai tingkat pendidikan yang mencukupi untuk dapat diterima atau dianggap layak bekerja pada sektor formal.
II.1.5. Hasil wawancara informan BZ
            Strategi bertahan hidup di kota salah satunya dilakukan oleh informan BZ yang bekerja di sektor informal sebagai seorang pedagang celengan yang terbuat dari tanah liat. Informan BZ yang berumur 48 tahun, yang tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di jenjang sekolah dasar ini memiliki strategi untuk bertahan hidup di kota dengan cara menjadi pedagang kaki lima di kawasan jalan Juanda, Depok. Pada saat itu, informan BZ  memilih untuk pindah dari Purwokerto daerah asalnya ke Jakarta hanya untuk memperbaiki perekonomian keluarganya. Di pasar Juanda, Depok ini informan BZ menjual hasil produksi dari Bos tempat ia berasal (Purwokerto). Dengan bermodal naik kereta barang seharga 10 ribu ke depok serta berjalan kaki dari stasiun Manggarai, informan BZ dan teman-temannya berusaha datang ke Depok dengan alasan  bahwa berdagang di pasar Juanda, Depok selain karena tempat berjualan ramai, hal tersebut juga dikarenakan barang dagangannya (celengan) selalu laku terjual. Selain hari minggu, biasanya informan BZ menjajakan dagangannya di daerah Margonda, hal tersebut dilakukan untuk menambah penghasilan serta mencukupi perekonomian keluarga. Dengan adanya pasar Juanda, Depok informan BZ mengaku bahwa ia sering kali mendapatkan keuntungan dari hasil dagangannya tersebut. Selain itu juga berjualan di pasar Juanda, Depok bebas dari campur tangan oknum-oknum pemerintah (SATPOL) sehingga ia merasa lebih nyaman dan tidak merasa dirugikan.
II.2. Analisa Data
            Kota-kota besar seperti di Indonesia terkadang memerlukan adanya strategi untuk dapat bertahan hidup. Salah satunya dikarenakan persaingan di kota besar lebih tinggi dibandingkan kota-kota biasa, contohnya dalam bidang ekonomi. Berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor formal kerap kali dilakukan oleh penduduk untuk dapat bertahan hidup di kota besar (Jakarta dan sekitarnya), seperti shadow economy, sektor informal dan ekonomi subsisten. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara para pedagang kaki lima yang hanya berjualan pada hari minggu saja dan berada di kawasan Juanda, Depok. Berdasarkan hasil wawancara tersebut para pedagang sengaja datang ke Depok setiap hari minggu pagi untuk berjualan di pasar, karena dengan cara tersebut mereka dapat melakukan strategi tersendiri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Dengan adanya strategi tersebut maka dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi yang para pedagang lakukan termasuk ke dalam ekonomi sektor informal.
            Dikatakan kegiatan ekonomi sektor informal karena para pedagang tersebut menjual barang dagangannya dengan tidak berdasarkan catatan resmi dari pemerintah. Selain itu mereka tidak mendapatkan kewajiban membayar pajak, kalaupun ada  hanya berupa iuran dari beberapa oknum yang bukan dari pemerintah. Banyak alasan mengapa para pedagang ini melakukan kegiatan ekonomi sektor informal, diantaranya para pedagang merasakan pekerjaannya sangat menyenangkan, jarak antara tempat tinggal dengan tempat berjualan tidak jauh dan sebagai tambahan untuk biaya kehidupan sehari-hari seperti sandang dan pangan, pendidikan beserta kesehatan. Selain itu, dengan melakukan berdagang di jalan Juanda, para pedagang menganggap bahwa pekerjaan yang dijalaninya merupakan salah satu usaha untuk bertahan hidup di kota karena beberapa pedagang termasuk masyarakat pendatang.
    Selain para pedagang tersebut melakukan kegiatan ekonomi sektor informal, ternyata terdapat beberapa pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi produk subsisten. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu informan yang melakukan usaha dagang yang merupakan usaha keluarga dan memiliki konveksi tersendiri di rumah informan tersebut, sehingga beberapa dagangannya di produksi bukan hanya untuk diperdagangkan melalui ekonomi pasar namun juga untuk di konsumsi sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi sektor informal dan ekonomi produk subsisten sangat memanfaatkan usaha mereka sebaik-baiknya guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan untuk dapat bertahan hidup di kota besar.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

            Berdasarkan penelitian kami, banyak para pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi sektor informal. Meskipun banyak yang melakukan kegiatan ekonomi sektor informal, ternyata masih terdapat beberapa pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi produk subsisten. Para pedagang pun melakukan beberapa strategi dalam usahanya untuk bersaing demi bertahan hidup di kota. Persaingan tersebut dapat dilihat dengan melakukan strategi berupa harga dagangannya yang ditawarkan kepada konsumennya. Pada keadaan yang lain, para pedagang tersebut tidak terikat dengan pemerintah seperti tidak adanya pungutan wajib dari pemerintah atau pajak dan tidak terdapat kontrol dari pemerintah. Meskipun tidak ada pungutan wajib dari pemerintah, namun terdapat pungutan liar atau iuran yang dilakukan oleh para oknum yang bukan berasal dari pemerintah.
            Saran dari kami baik untuk para pedagang maupun pihak pemerintah yang terkait dengan kawasan tempat yang digunakan untuk berdagang tersebut diantaranya adalah sebaiknya para pedagang tetap mendapatkan kontrol dari pemerintah agar keteraturan dalam berdagang terjaga. Untuk mendapatkan perlindungan atas perdagangan, sebaiknya pedagang mendaftarkan hak usahanya kepada pihak yang berwajib. Sedangkan untuk para oknum yang melakukan penarikan uang iuran tersebut seharusnya tidak melakukan hal tersebut karena hal tersebut tidak resmi dan dapat merugikan para pedagang.

DAFTAR PUSTAKA

Evers, Hans-Dieter dan Korff Rudiger. 2002. Urbanisme di Asia Tenggara: Makna dan Kekuasaan dalam Ruang-ruang Sosial. Yayasan Obor IndonesiaJakarta.
Skripsi tentang Kajian Penanganan Permasalahan Pedagang Informal Di Kota Pontianak, pada bagian pendahuluan.  http://bappeda.pontianakkota.go.id/page.php?25, diakses pada tanggal 13 Maret 2010, pukul 15.46 WIB.







[1] Diunduh dari skripsi tentang Kajian Penanganan Permasalahan Pedagang Informal Di Kota Pontianak, pada  bagian pendahuluan.  http://bappeda.pontianakkota.go.id/page.php?25, diakses pada tanggal 13 Maret 2010, pukul 15.46 WIB.


[2] Evers, Hans-Dieter dan Korff Rudiger. 2002. Urbanisme di Asia Tenggara: Makna dan Kekuasaan dalam Ruang-ruang Sosial. Yayasan obor Indonesia, Jakarta,  hal 229.
[3] Ibid., hal 269.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar