Selasa, 25 Mei 2010

1001 Karya “Profesor Internet” (No Windows. No Gates. It is open. No Bill. It is free)

Sekilas tentang mata kuliah PENGMAS (Pengabdian Masyarakat) yang pada semester 4 ini merupakan suatu mata kuliah pilihan. Dengan diajar oleh tim dosen yang terdiri dari Imam B. Prasodjo, Dr. Rosa Diniari, dan  Putu Chandra. Saat mulai awal memasuki kelas pengabdian masyarakat ini, muncul suatu keraguan dalam diri saya.  “Mungkinkah saya akan tetap mengambil mata kuliah ini atau mengambil mata kuliah lain????” tetapi dengan keyakinan serta dukungan yang 2 teman saya berikan, akhirnya saya mencoba untuk mengikuti mata kuliah ini pada minggu pertama dan kedua sebelum masa add/drop ditutup. Minggu pertama dan kedua saya ikuti dengan perasaan yang belum mantap, apalagi mengetahui bahwa setiap minggunya ada tugas review bacaan baik  itu review buku maupun film. Dengan  komponen penilaian 30%, Hah… saat itu saya berpikir, tidak mungkin dalam setiap minggunya saya menghadapi review….review… dan review…. Lalu bagaimana semua itu akan saya jalani???? Sedangkan masih ada tugas-tugas lain dari mata kuliah yang berbeda pula, baik itu mata kuliah wajib fakultas maupun mata kuliah pilihan yang saya ambil di semester ini??????
Tapi inilah mata kuliah yang saya anggap paling gila, dan membuat saya pun gila….. bagaimana tidak???? Sejak mas Imam masuk untuk mengajar mata kuliah ini, beliau berkata “saya nggak peduli, bagaimana pun caranya, bagi saya mata kuliah lain itu nggak penting, tapi mata kuliah inilah yang paling penting.” Hahahhaha…. Dalam kelas waktu itu saya hampir menjerit…. “Gila itu ga mungkin.” Dengan hampir meneteskan air mata, saya pikir saya ga’ akan sanggup menjalaninya. Tetapi akhirnya saya berpikir, ini adalah sebuah resiko yang harus siap saya jalani, mata kuliah ini sudah saya pilih menjadi mata kuliah pilihan di semester 4, dan dengan apapun itu saya akan jalani.  Mungkin dengan ini, saya akan mampu mengabdi masyarakat, masyarakat yang benar-benar butuh adanya suatu perubahan, masyarakat yang sama-sama hidup di tanah ibu pertiwi ini.
Dengan adanya mata kuliah ini, banyak hal yang diajarkan didalamnya, kita tidak hanya diajarkan dalam hal melihat sesuatu dari sebelah mata saja, tetapi kita diajarkan untuk benar-benar peduli dengan yang namanya sesama, sesama yang membutuhkan, sesama yang perlu di perhatikan.  Dengan adanya mata kuliah pengabdian masyarakat juga, saya mengetahui tentang arti social entrepreneur atau kewirausahaan sosial yang merupakan gabungan antara kecerdasan berbisnis, inovasi, dan tekad untuk maju ke depan. Seorang wirausaha sosial merupakan seorang pemimpin yang mencapai perubahan, melihat suatu masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukanlah berdasarkan keuntungan materi atau memuaskan pelanggan, namun bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik dan perubahan bagi masyarakat. Mereka seperti seseorang yang sedang menabung dalam jangka panjang karena memang hasil dari usaha mereka memerlukan waktu dan proses yang tidak sebentar untuk dapat terlihat dampak atau hasilnya. Disinilah saya melihat sosok Onno Widodo Purbo sebagai salah satu wirausahawan sosial di lingkungannya. Tidak hanya lingkungannya tetapi ia memiliki impian untuk mengubah rakyat Indonesia menjadi orang-orang yang dapat maju dengan berbagai karya yang ia ciptakan.
Sehingga saya beranggapan, bahwa semua orang pasti mengenal Onno Widodo Purbo. Ya, seseorang yang dianggap sebagai professor internet Indonesia dan sesepuh open source dengan sejuta ide yang berada di kepalanya seputar teknologi informasi. Onno lahir di Bandung, 17 Agustus 1962 dan menganggap dirinya sebagai seseorang pengangguran, serta merupakan mahasiswa lulusan teknik elektro ITB ini mengaku bahwa semua yang ia pelajari berkaitan dengan teknologi informasi adalah secara otodidak. Pendidikan yang telah ia raih meliputi pada 1987 sebagai lulusan S1 dari Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat, dengan tugas akhir Perancangan dan Implementasi Rangkaian RS232C 8 Kanal dan Program untuk Praktikum di bawah bimbingan Prof Dr Samaun Samadikun dan Dr Adang Suwandi, pada tahun 1989  sebagai lulusan S2 dari McMaster University, Kanada, dengan tesis Numerical Models for Degenerate and Heterostructure Semiconductor Diodes di bawah bimbingan Prof Dr DT Cassidy dan Prof Dr SH Chisholm, dan pada tahun 1993 sebagai lulusan S3 dari University of Waterloo, Kanada, dengan tesis Studies on Polysilicon Emitter Transistors Made on Zone-Melting-Recrystallized Silicon-on-Insulator di bawah bimbingan Prof Dr CR Selvakumar.

Dalam hidup, mottonya adalah bahwa apa yang ia kerjakan merupakan sesuatu yang ia sukai. Mantan Dosen muda ITB serta bekas PNS ini, lebih senang dikenal sebagai seorang penulis TI. Hal ini terbukti pada saat ia diundang menjadi narasumber Acer Onklik TV di ANteve, ia mengaku sebagai freelance IT Writer. Selain menjadi professor internet, Onno juga berkeinginan untuk menjadi seorang penulis. Hingga akhirnya, kesempatannya itu terbuka lebar setelah ia memutuskan untuk tidak lagi menyandang status sebagai pegawai negeri, tepat pada bulan Februari 2002. Hasil karya tulisannya tersebut saat ini mencapai lebih dari 40 buku dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, antara lain soal internet murah, teknologi internet nirkabel, VoIP, Open Source, dan Linux. Onno dalam hal ini menganggap bahwa menulis adalah salah satu jalan yang dapat dimanfaatkan untuk membuat semua anak bangsa pintar, bahkan beliau beranggapan “Ya setidak-tidaknya mereka mengenal internetlah”. Dalam benaknya pada saat itu, setiap satu buku yang ia tulis dapat dipergunakan untuk mencerdaskan lebih banyak orang dibandingkan hanya sekedar memberikan kuliah di kelas. Ia mengaku bahwa pada saat tulisan tersebut dibuat, hanya sekitar 20.000 sekolah yang tersambung ke Internet itupun tidak semua sekolah dapat menikmati Internet dengan baik. Pada saat yang sama, ada jutaan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang kurang beruntung tidak dapat menikmati Internet maupun berbagai software untuk usaha yang baik.
Pada tahun 2000, Onno merupakan salah satu peraih Kadin Telematika Award for Indonesian Internet Figure dalam artikel pertamanya di majalah pramuka mengenai cara membuat pesawat terbang model semasa SMA. Jika dipikir suatu bidang yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan yang ia tekuni sekarang. Mungkin karena semasa kecil ia bercita-cita sebagai seorang penerbang. Sejauh ini, Onno sama sekali tidak percaya dengan adanya hak cipta. Ini terbukti dari segala aktivitas yang ia lakukan dengan  berbagai advokasi soal pentingnya akses informasi yang murah untuk rakyat demi kemajuan bangsa selain itu karya-karya tulisannya ia publikasikan seluruhnya di internet sebagai sumber terbuka yang bisa diakses secara cuma-cuma dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Keterbukaan Onno yang bebas birokrasi tersebut tercermin dari pencantuman alamat email Indonetnya dan nomor ponselnya di milis onnopurbo. Selain itu, Onno tidak memperdulikan adanya honor ataupun royalty yang akan ia dapatkan dari semua hasil karyanya.
Peluangnya sebagai seorang entrepreneur sosial ini terlihat dari salah satu tujuan dalam pergerakannya (sustainable) yaitu menjadikan rakyat Indonesia yang 240 juta orang pintar sehingga tidak dibodohi lagi oleh penguasa, selain itu dengan cara memajukan suatu bangsa dengan membuka akses informasi seluas-luasnya bagi rakyat serta  membebaskan rakyat dari beban biaya dengan terciptanya Telkom rakyat, di mana rakyat tidak perlu membayar telepon, karena dapat membangun sistem telekomunikasi sendiri.
Onno yang secara terang-terangan menyangkal pemberontakan pada dominasi Bill Gates dengan Microsoft dan Windowsnya yang selama bertahun-tahun telah merajai kancah teknologi di kalangan pengguna komputer di seluruh dunia ini, membuat suatu simbol yang berkaitan dengan  dominasi tersebut dengan kalimat ”No Windows. No Gates. It is open. No Bill. It is free.” Sehingga tidak mengherankan apabila di penghujung tahun 2006, Onno sempat beraksi di saat Pemerintah memutuskan mengadakan Mou dengan Microsoft untuk melegalisasi perangkat lunak yang dapat dipergunakan di kantor-kantor pemerintahan. Onno beranggapan bahwa MoU pemerintah dengan Microsoft justru menyimpang dari undang-undang, karena tidak melalui proses tender terbuka. Padahal kesepakatan pembelian perangkat lunak tersebut menyangkut dana miliaran rupiah. Sehingga ia beranggapan bahwa proses legalisasi justru dapat menimbulkan pemborosan hingga miliaran rupiah, sementara di sisi lainia beranggapan ada sumber terbuka (open source) yang jika dimanfaatkan dengan baik dapat menghemat uang negara dalam jumlah yang cukup besar.
Open source yang saat itu Onno ciptakan adalah wajan bolic. Wajan bolic merupakan sebentuk antena untuk keperluan internet nirkabel yang berbiaya murah, karena terbuat dari wajan.
Dengan adanya wajan bolic maka dapat meningkatkan jarak jangkauan wireless LAN dan rendahnya biaya akses internet, karena perangkat tersebut mudah dibuat dan hanya memerlukan sedikit biaya. Wajan bolic dapat juga terbuat dari kaleng bekas yang masih layak pakai sehingga disebut dengan antena kaleng.  
Selain wajan bolic, Onno juga menciptakan 5 buah Distro yang dibuat dengan program Linux, yaitu:
1.      SchoolOnffLine (Untuk Sekolah). SchoolOnffLine merupakan solusi untuk sekolah agar dapat mengajarkan Internet di sekolah tanpa adanya sambungan Internet sama sekali. Jadi siswa dapat belajar mengirimkan Webmail, membuat Blog, membaca Wiki. Dalam Distro tersebut disertakan juga buku pelajaran komputer untuk SMP, SMA, Ibu Rumah Tangga maupun tentang Internet Sehat dalam bentuk e-book. Selain itu SchoolOnffLine juga dilengkapi dengan Sistem Informasi Sekolah seperti Absen, Nilai, Jadwal pelajaran serta perpustakaan digital
2.      SekolahNux (Untuk Pendidikan) dan IPTEKNux (untuk pendidikan). Sebenarnya keduanya dipergunakan untuk sekolah juga tetapi berbeda dengan SchoolOnffLine karena bentuknya yang bukan server. SekolahNux maupun IPTEKNux lebih diarahkan untuk Desktop untuk murid-murid. Di dalamnya tersedia software untuk belajar sambil bermain bagi anak-anak TK, SD, SMP, SMA bahkan di IPTEKNux tersedia berbagai software untuk penelitian tingkat S1, S2 dan S3. Contoh software belajar sambil bermain di tingkat TK, SD adalah TuxPaint untuk menggambar. Ada juga TuxMath dimana anak-anak SD bisa belajar Matematika sambil menembak meteor yang jauh dari atas. Hingga mengenal bintang & tata surya menggunakan aplikasi seperti Celestial atau Kstar.
3.       SMEOnffLine (Untuk UKM). Dalam SMEOnffLine terdapat Server ERP, Akunting, Personalia/HRD, Groupware, Social Networking, Web, Blog Wordpress, Wiki, Digital Library, e-mail, Webmail, File Sharing (SAMBA), Ubuntu Repository Server Lokal, Chatting Server. Dengan menggunakan SMEOnffLine sebuah usaha kecil menengah dapat menggunakan IT tanpa perlu online ke Internet. Bahkan jika di perlukan untuk demonstrasi LiveDVD SMEOnffLine dapat digunakan di komputer tanpa mengganggu software yang ada di harddisk komputer tersebut. SMEOnffLine dapat juga di install ke harddisk untuk penggunaan yang lebih permanen.
4.      ORARINux (Dunia Elektrika dan Amatir Radio). ORARINux adalah sebuah Distro/LiveDVD turunan dari Ubuntu yang di tujukan untuk para hobby Amatir Radio dan Elektronika. Dalam ORARINux terdapat Server Web copy dari SpeedyWiki, yang terpenting bagi dunia amatir radio, terdapat banyak sekali aplikasi untuk dunia elektronika, seperti gEDA aplikasi Electronic Design Automation, eagle gambar rangkaian elektronika & disain PCB dan kicad. Di samping itu, telah disiapkan berbagai aplikasi untuk komunikasi amatir radio digital, seperti, aprsd, aprsdigi, xastir untuk tracking kendaraan, antennavis, nec, nec2c untuk simulasi antenna, fldigi untuk komunikasi digital amatir; gpredict aplikasi untuk tracking satelit; dan klog untuk logbook komunikasi amatir radio.

Selain itu juga, Onno berpendapat bahwa hot spot menjadi suatu tren yang sangat menarik tertama di luar negeri karena ia beranggapan bahwa laptop sudah menjadi bagian yang sangat biasa dari kehidupan para pekerja kantoran. Di samping karena mobilitas pekerjanya sendiri yang sangat tinggi menyebabkan kebutuhan akses internet melalui laptop menjadi sesuatu yang penting pada zaman sekarang. Ia berpendapat juga, dengan sejak adanya chip wireless pada laptop-laptop baru maka hot spot dianggap penting untuk memberikan akses pada laptop yang nomadic. Tetapi ia menyayangkan karena di Indonesia sendiri para pekerja yang menggunakan laptop masih belum sebanyak di luar negeri, sehingga internet nirkabel yang menjadi tren justru dipergunakan untuk mem-bypass Telkom dengan cara menambahkan antena luar yang lebih besar gain-nya.
Dengan berbagai karyanya tersebut, Onno telah menerima beberapa penghargaan dari berbagai program acara, yaitu:
·         Tahun 2005. Mendapat penghargaan dari Senior Fellow dari Global Ashoka,
Amerika Serikat.
·         Tahun 2003. Mendapat penghargaan Sabbatical Award, dari International
Development Research Center, Kanada.
·         Tahun 2002. Mendapat penghargaan Eisenhower Fellow, dari Eisenhower Fellowship, Amerika Serikat.
·         Tahun 2000. Masuk dalam buku Indonesia Abad XXI: Di Tengah Kepungan Perubahan Global, Editor Ninok Leksono, Kompas.
·         Tahun 1997. Menerima ASEAN Outstanding Engineering Achievement Award,
dari ASEAN Federation of Engineering Organization (AFEO).
·         Tahun 1996. Menerima Adhicipta Rekayasa, dari Persatuan Insinyur Indonesia.
·         Tahun 1992. Masuk  dalam Buku American Menand Women of Science, RR Bowker,
New York, Amerika Serikat.
·         Tahun 1987. Menjadi Lulusan Terbaik, Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung.

Sosok Onno merupakan sosok yang memberikan saya sebuah inspirasi, bahwa memajukan rakyat dengan berbagai teknologi itu penting, ia mengajarkan kita bahwa peduli terhadap sesama di zaman yang modern ini adalah sesuatu yang penting. Kita bisa sama-sama pintar apabila kita mau berbagi, berbagai dalam hal apapun, terutama ilmu. Ibarat kata ilmu apabila dibagi tidak akan pernah habis, bahkan akan semakin bertambah. Pak Onno terima kasih atas pengajarannya, tentang pentingnya berbagai terhadap sesama.

Senin, 24 Mei 2010

Komunikasi Diantara Relasi Orang Tua dan Anak Studi Kasus: “Anak yang menjadi korban Orang Tua Ambisius (Push Parenting)”

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah
Kebanyakan orang tua berharap untuk membuat anak-anak mereka mempunyai suatu kemampuan yang super kompetitif. Sehingga tidak mengherankan kebanyakan orang tua yang berpandangan bahwa  push parenting adalah wajar untuk diterapkan oleh setiap orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.

Dalam bukunya, Elisabeth Guthrie dan Kathy Matthews menjelaskan tentang beberapa ciri perilaku yang menjadi tanda dari push parenting[1], yaitu:
1.      Mengatur nyaris setiap menit hidup anaknya dengan kursus-kursus, program sosialisasi, dan kegiatan-kegiatan pengayaan lainnya.
2.      Menuntut prestasi tinggi di sekolah dan di berbagai bidang lain, nyaris dengan segala cara (emosional, psikologis, fisik, dan dana).
3.      Menekan anak memilih kursus, pelatihan, atau minat lebih untuk tujuan membuat CV (Curriculum Vitae) atau Daftar Riwayat Hidup yang mengesankan daripada untuk memenuhi rasa ingin tahu yang alamiah dan minat pribadi.
4.      Mencampuri persahabatan dan hubungan anak dengan guru dan pelatihnya.

Dalam hal ini, para orang tua yang menerapkan push parenting berasumsi bahwa anak-anak mereka tidak akan berhasil dalam kehidupan mereka kelak, kalau orang tua tidak membantu mereka sepenuhnya.[2] Anak-anak sama sekali tidak mampu memutuskan sendiri pilihan yang bertanggung jawab demi masa depan mereka. Karena itu orang tualah yang harus memilih buat mereka dan mereka harus mengikutinya, walaupun dengan kondisi terpaksa.

Sehingga diantara orang tua dan anak dibutuhkan adanya suatu komunikasi, dimana komunikasi itu sendiri menjadi salah satu hal yang penting dalam hidup. Dengan berkomunikasi, orang tua dan anak bisa menyampaikan keinginan, menyatakan kasih, menunjukkan penghormatan, dan lain sebagainya. Demikian pula dalam relasi antara orang tua dan anak. Komunikasi menjadi faktor penting dalam mendidik anak. Tanpa adanya jalinan komunikasi yang baik, maka orang tua dan anak tidak dapat saling mengenal kebutuhan, kekurangan, dan kelebihan masing-masing.

Oleh sebab itu, disini saya ingin meneliti tentang pola relasi orang tua dan anak dalam hal berkomunikasi, yang mengacu pada studi kasus tentang “Anak yang menjadi korban Orang Tua Ambisius (Push Parenting)”.

I.2 Rumusan Masalah
Sistem pengasuhan anak dengan sistem push parenting seolah-olah menjadi suatu pembenaran karena tujuannya yang sangat baik yaitu semua itu dilakukan demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri.[3] Anak-anak perlu dibekali dengan segala hal yang diperlukan agar nanti mereka berhasil, bahagia, dan mampu bersaing dengan yang lainnya. Sehingga muncul pertanyaan yang berkaitan dengan masalah push parenting, yaituApakah ada hubungan komunikasi antara orang tua dan anak sebagai bukti adanya kasih dan kepedulian orang tua terhadap anak?”


I.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dan manfaat dari penulisan tentang push parenting, yaitu memberikan suatu gambaran serta menganalisa tentang tujuan dan manfaat dari push parenting.
1.      Menganalisa alasan-alasan yang melatarbelakangi orang tua menerapkan pola pengasuhan tersebut.
2.      Mengetahui konsekuensi atau dampak yang akan dialami anak sebagai akibat pola pengasuhan tersebut.
I.4 Metode Penelitian
Dalam penelitian tentang push parenting, menggunakan tipe penulisan deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru dengan menekankan pada sifat realitas yang dibangun secara sosial serta hubungan intim antara periset yang dipelajari, dan kendala situasional yang membentuk penelitian. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentase.[4] Selain itu juga berisi tentang kutipan-kutipan data untuk memberi suatu gambaran obyektif tentang permasalahan yang muncul.

I.5 Kerangka Konseptual
Untuk memahami dan menjadi acuan dalam pembahasan mengenai proses push parenting, maka dipergunakan beberapa konsep dalam sosiologi.

I.5.1 Discipline and Self- Esteem
Antara anak dengan orang tua, pasti akan tercipta sebuah kedisiplinan yang bermula  dari proses sosialisasi. Disiplin merupakan esensi dari pertumbuhan anak. Artinya, orang tua harus membantu anaknya dalam mengontrol perilaku mereka, membangun kedisiplinan dalam diri seorang anak, bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan, dan membangun rasa kepekaan anak. Penerapan disiplin ini harus sesuai dengan individu dan situasi yang dialami anak tersebut. Pola penerapan disiplin antara orang tua yang satu dengan orang tua yang lain berbeda.

Terdapat 3 pola penerapan disiplin di dalam proses sosialisasi, yaitu: otoritaria, otoritative, dan permisif. Menurut Dr. Benjamin Spock metode yang moderat (tipe otoritatif) merupakan metode disiplin yang lebih baik dari 2 pola disiplin lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, tiga klasifikasi tipe disiplin orang tua dan tingkatan kontrol terhadap anak, yaitu:
1.      Permissiveness adalah tipe orang tua yang cenderung menerima kemauan anak. Di mana orang tua banyak memberikan dukungan emosi, tetapi kontrol terhadap anaknya sedikit.
2.      Autoritarian adalah tipe orang tua yang menekan nilai-nilai kepatuhan. Pada tipe ini orang tua memberikan sedikit dukungan emosi, tetapi orang tua menggunakan tindakan koersif dalam mengontrol anak-anak mereka.
3.      Authoritativeness adalah tipe orang tua yang menggabungkan dukungan emosi yang tinggi dengan kontrol yang moderat terhadap anak-anak mereka. Dalam hal ini terjadi hubungan dua arah diantara orang tua dan anak (give and take). Menurut para ahli, tipe ini merupakan tipe yang baik dalam membangun suatu hubungan di antara orang tua dengan anak. Karena dengan adanya kelonggaran yang terjalin antara orang tua dengan anak, si anak akan mendapatkan self-esteem[5] yang tinggi. Anak-anak yang memiliki keinginan-keinginan yang terpendam dapat diutarakan dan sebagai orang tua, apa yang diinginkan anak, kemudian diarahkan sesuai apakah hal tersebut pantas atau baik untuk diri mereka. Sehingga, antara orang tua dan anak terjalin komunikasi dua arah. Serta anak merasa dihargai, dengan begitu self esteem muncul pada anak.

I.5.2 Parenting Over the Life Cycle
Seiring pertumbuhan anak, pengasuhan dari orang tua kepada anak pun akan berubah secara dramatis. Dalam pembahasan kali ini, perubahan pengasuhan ini  terbagi menjadi tiga bagian, yaitu parenting the infant and toddler, parenting the preschool child, dan parenting the schoolage child. Dengan adanya perubahan dari pertumbuhan anak , maka hal ini juga mempengaruhi hubungan antara orang tua dengan anak.
I.5.2.a Parenting the Infant and Toddler
Erik Erikson (1950) menyebut masa pertumbuhan sebagai pembelajaran rasa percaya terhadap orang lain. Orang tua harus membantu anak mereka untuk percaya pada mereka dengan memahami kebutuhan anak dan merespon ketidakmampuan anak dalam suatu hal. Contohnya, seperti ketika bayi menangis, ayah dan ibu akan menenangkannya dengan memberikan suatu kenyamanan pada bayi mereka. Selain itu ketika bayi mereka lapar, orang tua akan memberi ia makan. Pola kepedulian ini akan membentuk bayi untuk belajar mempercayai orang lain dan dampaknya sangat penting bagi kesehatan emosi anak nantinya. Ketika anak sudah pada tahap dapat berjalan, maka orang tua harus mulai menerima pertumbuhan anak yang bebas. Pada tahap ini Erikson menyebutnya dengan seeking autonomy.If infants receive good care and nurturing (characterized by emotional warmth, security, and love) from their parents they will develop a sense of trust. If they do not receive such care, they will become mistrust and anxious about their surroundings.[6]
Dalam tahap pengasuhan bayi dan anak kecil yang baru berjalan ini orang tua harus menjaga kesehatan dan kehidupan dari anak tersebut. Karena pada tahun pertama bayi sangat riskan terhadap kecelakaan yang tidak bisa dihindari, seperti jatuh, tenggelam, keracunan, dll. Oleh karena itu, orang tua juga harus dapat mencegah bayi agar terhindar dari benda-benda berbahaya seperti obat-obatan dan juga tempat-tempat berbahaya seperti jalanan dan kolam renang. Terakhir, orang tua harus mengimunisasi anak mereka agar terhidar dari virus dan penyakit, seperti polio, hepatitis, tetatus, dan lain-lain.
Dalam melaksanakan tugas pengasuhan anak, orang tua menghadapi tantangan dalam perkembangan diri mereka sendiri. Evelyn Duvall, manjabarkan hal tersebut dalam teorinya “developmental theorist”. Dalam  teorinya, ia menyebutkan bahwa kedua orang tua harus memenuhi dua hal sebagai berikut:
1.         Reconcile conflicting conceptions of roles. Banyak ibu muda yang menyadari bahwa dengan memiliki anak, maka waktunya bersama teman-temannya akan berkurang. Begitu juga dengan ayah baru harus menerima fakta bahwa istrinya tidak dapat memberikan waktu dan perhatian yang lebih banyak untuknya. Masing-masing orang tua harus mengevaluasi ulang dari peran mereka sendiri serta pasangannya. Dan orang tua harus dapat mengembangkan konsepsi apa yang harus mereka lakukan terhadap anak mereka, agar sesuai dengan yang mereka harapkan terhadap anak mereka.
2.         Accepting and adjusting to the strains and pressures of parenthood. Sebagai orang tua yang baru memiliki anak, maka ia harus dapat menerima dan menyesuaikan diri dari tekanan-tekanan dan ketegangan yang terjadi. Artinya, orang tua harus mempedulikan bayinya dengan segenap kemampuan mereka dan menyediakan segala peluang untuk pengembangan anak.
3.         Maintaining the couple relationship. Sebagai orang tua baru, sepasang suami istri harus memelihara kebahagian dari hubungan mereka, saling bertanggung jawab sebagai orang tua, dan tetap menjaga  otonomi masing-masing, misalnya beberapa pasangan membiarkan pasangannya memiliki waktunya sendiri.
4.         Exploring and developing a sense of being a family. Untuk mendapatkan dan membangun sense dari sebuah keluarga, maka orang tua dapat mencari suatu kebahagian dalam bentuk aktivitas keluarga, seperti piknik ke luar kota, pergi ke taman bermain, atau pun museum, yang tujuannya agar anggota keluarga dapat menikmati kebahagian tersebut.


I.5.2.b Parenting the Preschool Child
Pengasuhan pada tahap anak sebelum sekolah ini merupakan ketika anak pada umur antara dua sampai lima tahun. Terdapat  isu-isu yang terkait dengan tahap preschool. Pertama, manajemen of separation, yaitu aspek yang essensial dari pengasuhan orang tua dalam tahap anak sebelum sekolah.  jika di jaman dahulu anak hanya berinteraksi dengan satu figur, yaitu orangtuanya terutama ibu karena orang sangat cemas meninggalkan anaknya dengan babysitter.  Tetapi sekarang, yang terjadi adalah pemisahan ini perlu karena sebenarnya seorang anak akan mendapatkan keuntungan dengan berinteraksi dengan orang lain, seperti teman-temannya di day care atau saudara-saudaranya.
Isu sensitif selanjutnya pada tahap preschooler, yaitu bagaimana orang tua merespon tindakan anak mereka yang mulai agresif, seperti nakal dan keras kepala. Kemudian orangtua mencoba meberi hukuman atas perilaku seperti suka mengambil sesuatu yang tidak seharusnya pada umur dua tahun dan pertengkaran dan membohong  pada umur empat tahun.
Selanjutnya pada tahap ini yang issu yang paling besar adalah bagaimana orangtua membangun identitas gender pada anaknya. Seperti pada laki-laki mereka lebih aktif, agresif, dan lebih tetarik pada suatu objek, sedangkan perempuan lebih suka mengalah atau tunduk, lebih mengekspresikan emosi, dan lebih tertarik pada orang-orang.
I.5.2.c Parenting the Schoolage Child
Pengasuhan orang tua terhadap anak pada tahap sekolah, terjadi ketika anak sekitar umur 5 atau 6 tahun hingga 11 atau 12 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai bergerak ke arah peer group dan mulai menjauh dari ketergantungan  pada unit-unit keluarga, dalam hal ini dukungan dari orang tua sangatlah penting. Erikson menyebut hal ini sebagai pembelajaran pada anak untuk memenangkan tugas yang diberikan dari guru.
Memasuki sekolah, maka  membawa anak dan orang tua kepada pengalaman baru di dalam komunitas yang luas. Sehingga membuat lingkungan sekolah sangat penting dalam membangun perilaku anak pada periode ini. Di sisi lain, orang tua juga mendapat tantangan atas pengaruh yang didapatkan oleh anaknya, seperti dari gurunya, teman-temannya. Sehingga membuat anak peduli pada isu sosial dan moral. 
Isu yang penting pada tahap ini adalah mengenai prestasi dari anak. Terdapat dua motivasi yang membuat anak mendapatkan prestasi. Pertama, keinginan anak itu sendiri seberapa kuat dia ingin mendapatkan prestasi. Kedua, identifikasi anak tersebut terhadap orang tuanya yang menjadi model terhadapnya. Misalnya, jika orang tuanya menyukai buku maka anak cenderung juga menyukai buku.
Sekolah dapat membantu mengatasi dampak dari masalah jenis kelamin dan ras yang menjadi hambatan. Contohnya, sekolah sangat mendukung kompetisi sepak bola untuk perempuan. Kemudian hal ini akan berdampak pada penerimaan perempuan sepak bola sebagai satu hal yang bisa mereka mainkan.
Evelyn Duvall menuliskan tugas perkembangan untuk orang tua dalam tahap anak sekolah sebagai sebuah kenikmatan hidup bersama anak, mondorong pertumbuhan anak, menyediakan kebutuhan spesial mereka. Pada tahap ini orang tua memiliki peran yang penting dalam perkembangan anak. Dalam periode ini kesibukan akan berkurang dibanding tahap sebelumnya. Dan anak pun tidak tumbuh secara cepat dan kebanhyak dari mereka sangat puas terhadap hubungan keluarga dan sangat menikmati aktivitas bersama keluarga.

I.5.3 Hubungan antara Orang Tua dan Anak (The Parent-Child Relation)
   Orang tua memiliki peran dalam memberikan sosialisasi terhadap anaknya. Cakupan sosialisasi yang diberikan kepada anaknya meliputi emotional support­ kasih sayang, cinta, dan asuhan. Emotional support ini merupakan cermin bagi anak bahwa orang tua memiliki kepedulian terhadap anaknya. Dari tahap ini, anak akan memiliki rasa percaya diri karena telah mendapat sesuatu yang itu membangun harga diri anak. Untuk selanjutnya, anak ini akan memiliki self esteem tinggi di dalam pergaulan.
Salah satu diantara inti dari sosialisasi di dalam keluarga, si anak pada tahap pertumbuhannya dikenalkan pada budaya familiar. Dalam hal ini bahasa merepresentasikan hal tersebut. Bahasa merupakan budaya yang diajarkan di dalam keluarga, dimana tidak hanya dalam kelurga saja bahasa itu diterapkan, tetapi ketika kelak si anak masuk ke dalam kehidupan masyarkat yang lebih kompleks, komunikasi akan sangat diperlukan.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Studi Kasus
Kasus seorang anak berusia 8 tahun yang dibawa orang tuanya menemui konselor untuk mendapatkan pertolongan. Hary adalah seorang siswa kelas 2 SD di sebuah sekolah favorit di kotanya. Hani, kakak Hary juga bersekolah di sekolah yang sama, kelas 5 SD. Orang tua mereka bersedia mengeluarkan biaya sekolah yang sangat besar demi anak-anak mereka bisa diterima dan bersekolah disana. Dengan bangganya mereka akan memberitahukan bahwa anak-anak mereka bersekolah disana ketika ada yang menanyakan hal itu. Setelah pulang sekolah, sekitar pukul 3 sore, hampir setiap hari, kecuali hari Rabu, Sabtu, dan Minggu, Hary dan Hani harus mengikuti berbagai kursus lainnya yang ditentukan oleh orang tua mereka. Menurut orang tuanya, sudah beberapa hari ini Hary ngambek tidak mau ke sekolah. Ketika ditanya orang tuanya, Hary tetap diam, tidak mau menjawab. Memang sudah sejak beberapa bulan yang lalu, semenjak sekolah Hary menerapkan program full day school, Hary terlihat sering marah-marah, mudah tersinggung, malas ke sekolah dengan berbagai alasan, dan kalau berangkat ke sekolah rasanya berat sekali. Orang tua Hary kebingungan karena tidak seperti biasanya Hary bersikap demikian. Melalui konseling, akhirnya bisa dipastikan bahwa Hary merasa tertekan karena tuntutan orang tuanya yang terlalu berlebihan. Hary harus menjadi yang terbaik dalam segala hal. Beberapa kali Hary pernah mengeluhkan hal itu kepada orang tuanya, tetapi sambil disertai dengan omelan, selalu dijawab bahwa semua tuntutan itu demi masa depannya. Karena itu akhirnya Hary memilih diam saja ketika ditanya mengapa dia tidak mau ke sekolah. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua Hary dalam contoh kasus tersebut disebut push parenting, yaitu gaya pengasuhan yang terlalu menuntut.

II.2 Studi Kasus dikaitkan dengan Kerangka Konseptual
Dari kasus tersebut banyak orang tua yang menerapkan push parenting merasa terpaksa menerapkan pola pengasuhan tersebut.[7] Keterpaksaan orang tua disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini.
1.      Ketakutan dan Kekuatiran yang Berlebihan
Banyak orang tua sangat takut dan kuatir kalau tidak ada usaha terus menerus untuk memacu prestasi anak-anak mereka, ketika dewasa nanti anak anak itu tidak bisa berkompetisi dan akhirnya gagal. Ketakutan dan kekuatiran itu semakin terprovokasi karena tidak ada ukuran yang pasti untuk mengukur keberhasilan orang tua dalam mengasuh anak mereka, sampai semuanya sudah berakhir nanti. Ketidaktahuan ini semakin membuat orang tua merasa tidak nyaman dan tidak mempunyai kontrol.[8] Ketidaknyaman inilah yang mendorong orang tua melakukan apa saja, bahkan menuntut anak mereka secara berlebihan untuk mengantisipasi kegagalan di depan.

2.      Kompensasi dari Ketiadaan Kesempatan di Waktu Lalu
Kesempatan yang dimiliki para orang tua di masa kecil mereka jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kesempatan yang dimiliki anak-anak sekarang untuk terus mengembangkan diri mereka. Kita sering kali mendengar komentar para orang tua bahwa mereka berusaha mati-matian agar anak-anak mereka tidak mengalami nasib yang sama seperti mereka pada waktu dulu. Semahal apa pun pengorbanan yang harus diberikan supaya anak-anak bisa menjadi seperti yang mereka harapkan, para orang tua menganggap itu sebagai investasi yang pantas.[9] Menurut J. Drost adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau beranggapan bahwa anak harus mencapai sesuatu karena orang tua sendiri tidak berhasil mencapainya karena sebab apa pun juga.[10] Inilah yang disebut dengan tujuan yang tersembunyi oleh V.G. Beers.[11] Seolah-olah orang tua ingin mengalami sendiri apa yang tidak dapat dilakukannya dahulu melalui anak-anaknya.
Dengan tersedianya banyak kesempatan, pengharapan akan masa depan anak yang lebih baik adalah hal yang sangat positif dan sudah seharusnya, tetapi akan berdampak sangat negatif, apabila pengharapan itu sampai memunculkan tuntutan yang berlebihan dari diri anak.

Bila dikaitkan dengan kerangka konseptual dalam sosiologi maka, dalam konteks ini kasus tersebut dilakukan oleh orang tua dari Hary karena salah satunya disebabkan oleh pengalaman orang tua yang ingin melihat anaknya lebih memiliki suatu kesempatan yang lebih baik ketimbang pengalaman orang tuanya pada saat itu. Selain itu, jika ditelaah maka push parenting dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari authoritarian parenting, karena kecenderungan dalam push parenting adalah orang tua hanya akan mendukung keinginan anak yang sesuai dengan ambisi mereka, dan pengawasan ekstra ketat akan dilakukan orang tua selama proses pencapaian ambisi itu. Sehingga, apa yang menjadi minat anak sering kali diabaikan oleh orang tua. Walaupun begitu, harus diakui bahwa anak-anak memang masih sangat membutuhkan pengarahan dan pengawasan dari orang tua mereka. Tetapi dalam push parenting, sepertinya anak tidak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka, termasuk segala kompetensi yang dimiliki, yang mungkin tidak disadari oleh orang tua.

Sehingga dalam hal ini, orang tua lebih menggunakan pola autoritarian (autoritatif) dalam mendidik Hani dan Hary, sehingga orang tua lebih terlihat berperilaku menuntut (push parenting). Dalam hal ini, orang tua Hary yang dipandang mampu secara materi berusaha untuk menuntut anak-anak mereka masuk ke dalam sekolah-sekolah unggulan (favorit), padahal tanpa mereka ketahui secara kemampuan intelektual hal tersebut tidak mendukung kemampuan diri Hary. Jika dilihat lebih lanjut, biasanya hal tersebut dilakukan oleh para orang tua agar anak-anak mereka tidak terlalu sulit mendapatkan pekerjaan baik yang bisa menjamin masa depan mereka nanti. Keautoritatif tersebut, mungkin sudah dipersiapkan matang-matang oleh orang tua Hary sejak sebelum mereka menikah, selama masa-masa kehamilan, sampai melahirkan, mereka sudah melakukan persiapan panjang untuk mewujudkan angan-angan ideal mereka tentang anak yang akan dilahirkan.

Selain itu, tanpa adanya sebuah komunikasi yang terjalin di dalam kedua belah pihak, baik orang tua ataupun anak sendiri, orang tua dalam hal ini memaksakan kemauannya begitu saja. Orang tua menganggap bahwa anak harus menjadi seperti imbalan atas segala jerih payah dan investasi waktu, emosi, pikiran, dan uang yang sudah dikorbankan selama ini. Padahal dengan cara tersebut, tanpa adanya komunikasi yang terjalin dan orang tua yang secara terus menerus memaksakan kehendak mereka masing-masing, akan berakibat pada sebuah efek dimana banyak orang tua yang tidak bisa membedakan lagi antara kebutuhan mereka (orang tua itu sendiri) dengan kebutuhan anak mereka. Dalam hal ini, anak seakan selalu dituntut untuk mau tidak mau segera membuat orang tua bisa menikmati kesuksesan mereka.

      Dengan adanya push parenting, membuat masa-masa keceriaan kanak-kanak Hary menjadi terenggut. Mau tidak mau setiap harinya, Hary selalu dituntut untuk mengikuti berbagai kursus yang telah orang tuanya tentukan. Hal inilah yang berdampak pada diri Hary. Dimana ia merasa sangat tertekan, selalu mengambek hingga akhirnya ia tidak mau sekolah dan bertemu dengan teman-teman satu sekolahnya, bahkan bisa menghambat perkembangan masa pertumbuhannya, baik pola pikir, kedewasaan, dan kontrol emosi dirinya.

Jika sudah mencapai batasnya, maka diantara orang tua dan anak dibutuhkan adanya komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini, setidak-tidaknya bisa menerapkan pola permissiveness, dimana cenderung bisa menerima kemauan anak. Begitu juga yang seharusnya dilakukan oleh orang tua Hary, seharusnya sebagai orang tua,  bisa mengetahui apa yang anak-anaknya sukai dan bisa memacu prestasi mereka di sekolah tanpa adanya tekanan yang dirasakan oleh anak, tentunya tetap memberikan dukungan emosi dan kontrol terhadap anak, selain itu anak yang menjalani kegiatannya, seharusnya selalu bisa terbuka pada orang tua.

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Dari uraian mengenai studi kasus tersebut, maka diketahui bahwa komunikasi diantara orang tua dan anak sangat dibutuhkan, khususnya bagi orang tua yang begitu berambisius (push parenting) terhadap prestasi anak di sekolah. Karena dengan adanya sikap push parenting yang dilakukan oleh orang tua akan memicu suatu dampak bagi anak-anak mereka, yaitu depresi. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya sikap tertekan yang dirasakan oleh anak-anak baik dalam hal berprestasi, tingkat produktif, dan mencapai kesuksesan. Selain itu dengan adanya push parenting, maka akan membuat anak terhambat dalam membentuk suatu pribadi yang mandiri. Push parenting juga memungkinkan seorang anak untuk menciptakan pribadi yang perfeksionis. Karena tuntutan berlebihan yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anak-anak mereka. Norman Wright menyebut orang-orang perfeksionis sebagai orang yang sukses dalam kegagalan, karena itu tidak sedikit di antara orang-orang tersebut mempunyai hidup yang sukses, tetapi masih merasa kosong dan tidak puas. Selain itu, orang yang perfeksionis sudah pasti akan menemukan banyak kesulitan dalam pergaulan, karena mereka sulit menerima keterbatasan orang, contohnya yang dirasakan oleh Hary. Dalam pergaulannya dengan temen-temen dan lingkungannya di sekolah kurang, yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan di hari-hari sekolahnya, sehingga membuat diri Hary tidak bisa merasakan masa kanak-kanak dan keceriaannya dengan teman-teman sebaya dan lingkungan bermainnya.

III.2 Saran
Dalam hal ini, dibutuhkan adanya saran yaitu pada saat akan memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan anak, seharusnya orang tua melakukan komunikasi terlebih dahulu kepada anak-anak mereka dengan cara mengajak anak-anak mereka berunding tentang apa yang terbaik buat anak-anak mereka. Karena selama ini, sering kali para orang tua tidak mau mengajak anak-anak mereka untuk  ikut berunding, hal ini di karenakan mereka berpikir tindakan itu hanya akan menunjukkan kelemahan mereka sebagai orang tua yang seharusnya berwenang penuh atas anak. Tetapi, sebenarnya justru tidak demikian. Dengan melibatkan anak menunjukkan penghargaan dan kepedulian orang tua pada anak. Anak mempunyai hak untuk berbicara dan mengemukakan apa yang menjadi kesenangan atau pun keberatan mereka dan orang tua berkewajiban untuk mendengarkan. Anak-anak butuh didengarkan dan dimengerti, yang mengindikasikan bahwa mereka diterima. Hal ini merupakan sesuatu yang esensial sekali untuk anak dapat memiliki penghargaaan diri (self esteem) yang positif, dan menumbuhkan keterampilan untuk membuat berbagai keputusan secara bertanggung jawab ketika mereka dewasa nanti.  Orang tua perlu belajar banyak untuk menunjukkan penghargaan kepada anak-anak mereka dengan cara yang sangat sederhana, yaitu mendengarkan. Selain dengan komunikasi, dibutuhkan juga adanya bimbingan konseling yang diikuti oleh para orang tua dan anak, karena dengan cara begitu orang tua dapat lebih mengetahui kemauan anak dan anak dapat selalu terbuka tentang apa yang ia inginkan dan dapat memacu prestasi serta pola pikirnya.

DAFTAR PUSTAKA


Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta
Salim. Agus. Eds. II. Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana: Jakarta.
Kendall. Diana. 2009. Sociology in Our Times. Edisi Ketujuh. Thomson Wadsworth: USA
Qanita. 2003. Anak Sempurna atau Anak Bahagia?: Dilema Orang Tua Modern. Bandung
Kompas. 2000. Anak Anda Takut Gagal? Keluarga Kunci Sukses Anak. Jakarta
Kalam Hidup. 1997. Orang tua, Berbicaralah dengan Anak Anda!. Bandung
Ubaydillah. 2007.  Berapakah Harga Diri Anda?. Jakarta
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=429. Diakses pada 3 April 2010. pukul 09:53 WIB



[1] Anak Sempurna atau Anak Bahagia?: Dilema Orang Tua Modern (Bandung: Qanita, 2003) 20-21.

[2] Menurut Jack dan Judith Balswick, berdasarkan pendekatan socioemotional dikenal empat gaya pengasuhan anak, yaitu (1) neglectful parenting, gaya pengasuhan yang lemah dalam dukungan maupun pengawasan; (2) permissive parenting, gaya pengasuhan yang lemah dalam pengawasan tetapi kuat dalam dukungan; (3) authoritarian parenting, gaya pengasuhan yang lemah dalam dukungan, tetapi kuat dalam pengawasan; (4) authoritative parenting, gaya pengasuhan yang mengkombinasikan kualitas terbaik dari permissive dan authoritarian style (Jack O. Balswick dan Judith K. Balswick, The Family: A Christian Perspective on the Contemporary Home [Grand Rapids: Baker, 1989] 98-101). Menurut penulis, push parenting dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari authoritarian parenting, karena kecenderungan dalam push parenting adalah orang tua hanya akan mendukung keinginan anak yang sesuai dengan ambisi mereka, dan pengawasan ekstra ketat akan dilakukan orang tua selama proses pencapaian ambisi itu. Apa yang menjadi minat anak sering kali diabaikan oleh orang tua. Harus diakui anak-anak memang masih sangat membutuhkan pengarahan dan pengawasan dari orang tua mereka. Tetapi dalam push parenting sepertinya anak tidak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka, termasuk segala kompetensi yang dimiliki, yang mungkin tidak disadari oleh orang tua.

[3]Guthrie dan Matthews, Anak Sempurna 25.

[4] Agus Salim  (Eds. II). Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana:Jakarta.
[5] Self-esteem atau self worth, diartikan sebagai harga diri (how you feel about yourself). Kata "bagaimana" di situ mengarah pada adanya kualifikasi rendah dan tinggi atau positif dan negatif (low and high self-esteem). Diakses dari: http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=429. Ubaydillah. Berapakah Harga Diri Anda?. Jakarta, 22 Juni 2007. Diakses pada 3 April 2010, pukul 09:53 WIB.
[6] Diana Kendall. 2009. Sociology in Our Times. Edisi Ketujuh. USA: Thomson Wadsworth. hlm 112.
[7] Ibid. 33.
[8] Ibid. 70.

[9] Ibid. 24.

[10] Anak Anda Takut Gagal? dalam Keluarga Kunci Sukses Anak (Jakarta: Kompas, 2000) 118.

[11] Orang tua, Berbicaralah dengan Anak Anda! (Bandung: Kalam Hidup, 1997) 41-42.